Ratusan Drone Rusia Serang Kyiv, Tewaskan 13 Orang Tiga Diantaranya Anak-anak
Kudakyv – Ratusan Drone Rusia Serang Kyiv, Tewaskan 13 Orang Tiga Diantaranya Anak-anak
Serangan udara skala besar kembali mengguncang Ukraina. Kali ini, kota Kyiv dan beberapa wilayah lainnya menjadi sasaran ratusan drone Rusia serang kyiv yang diluncurkan oleh militer Rusia.
Berdasarkan laporan Kudakyv dari sumber resmi, total sebanyak 367 senjata udara — berupa drone dan rudal — dilepaskan ke berbagai titik strategis di Ukraina. Serangan ini disebut sebagai yang terbesar sejak awal konflik bersenjata antara Rusia dan Ukraina berlangsung.
“Baca Juga: Menteri Luar Negri Rusia Menolak Gencatan Senjata Tanpa Syarat dari Ukraina“
Serangan tersebut menewaskan sedikitnya 13 orang dan melukai puluhan warga sipil lainnya. Salah satu fakta paling menyedihkan adalah bahwa tiga di antara korban jiwa merupakan anak-anak. Mereka ditemukan dalam kondisi mengenaskan di wilayah Zhytomyr, bagian utara Ukraina.
Meskipun jumlah korban jiwa kali ini tidak sebanyak serangan-serangan sebelumnya, intensitas serta jumlah amunisi yang digunakan menunjukkan bahwa Rusia meningkatkan skala serangan. Para analis dari kudakyiv.com menyebutkan bahwa Rusia kini memanfaatkan keheningan diplomatik dunia untuk meningkatkan tekanan ke Ukraina.
Menanggapi serangan ini, Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, mengeluarkan pernyataan tegas. Dalam pesan yang diunggah melalui akun Telegram, Zelensky meminta Amerika Serikat dan komunitas internasional untuk tidak lagi diam.
“Diamnya Amerika dan pihak lain di dunia hanya akan menyemangati Putin,” ujar Zelensky. Ia menegaskan bahwa setiap serangan yang dilancarkan oleh Rusia merupakan alasan yang cukup untuk menjatuhkan sanksi baru.
Zelensky juga mengkritik pendekatan Amerika Serikat yang cenderung lunak terhadap Presiden Rusia, Vladimir Putin. Menurutnya, ketidaktegasan negara-negara besar hanya memperpanjang penderitaan rakyat Ukraina yang telah berlangsung selama tiga tahun.
Di tengah situasi memanas ini, Ukraina dan Rusia sedang menyelesaikan proses pertukaran tahanan. Proses ini telah berlangsung selama tiga hari. Masing-masing pihak sepakat untuk menukar 1.000 orang tahanan sebagai bagian dari langkah kemanusiaan.
Meskipun upaya ini menunjukkan secercah harapan, ketegangan tetap tinggi. Banyak pihak khawatir bahwa serangan lanjutan akan kembali terjadi dan menggagalkan proses damai yang sedang dibangun secara perlahan.
Laporan dari Kudakyv menyebutkan bahwa pertukaran ini bisa menjadi simbol keberhasilan diplomasi jika kedua pihak sepakat untuk menahan diri dan membuka ruang negosiasi. Namun kenyataannya, eskalasi senjata justru meningkat.
“Simak Juga: Ajakan Bom Bunuh Diri dan Propaganda ISIS, Dua Remaja di Amankan Densus 88“
Ukraina bersama negara-negara sekutunya di Eropa telah lama mendorong adanya gencatan senjata. Mereka menyarankan masa jeda selama 30 hari sebagai langkah awal untuk mengakhiri konflik secara permanen.
Namun, upaya ini kembali terganjal. Presiden AS, Donald Trump, dalam pernyataan terbarunya, menolak menjatuhkan sanksi tambahan kepada Rusia. Ia menyatakan tidak setuju dengan proposal jeda pertempuran yang diajukan Ukraina.
Keputusan ini memicu kritik dari berbagai kalangan, termasuk parlemen Eropa dan kelompok hak asasi manusia. Banyak yang menilai bahwa sikap tersebut menunjukkan ketidakseriusan dalam menanggapi krisis kemanusiaan yang terjadi di Ukraina.
Banyak pengamat militer menilai bahwa serangan ini memiliki tujuan strategis. Rusia tampaknya ingin memperlemah moral warga Ukraina dan menciptakan tekanan psikologis menjelang musim panas, yang biasanya menjadi momen intens bagi pergerakan militer.
Serangan besar seperti ini bukan hanya menunjukkan kekuatan militer, tetapi juga menjadi pesan politik. Rusia ingin menunjukkan kepada dunia bahwa mereka masih memiliki kendali penuh atas jalannya perang dan belum tertarik pada penyelesaian damai.
Menurut laporan lanjutan dari kudakyiv.com, serangan tersebut menyasar infrastruktur penting seperti pembangkit listrik, gudang senjata, dan fasilitas komunikasi. Hal ini menunjukkan bahwa Rusia menargetkan sistem pertahanan Ukraina secara menyeluruh.
Situasi ini kembali membuktikan bahwa konflik antara Rusia dan Ukraina belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Dukungan dari dunia internasional dibutuhkan lebih dari sebelumnya.
Negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Jerman, dan Prancis diminta untuk memberikan respons nyata, bukan hanya kecaman diplomatik. Ukraina ingin agar tekanan ekonomi dan politik terus ditingkatkan agar Rusia mau duduk di meja perundingan.
Zelensky telah menyatakan bahwa satu-satunya cara menghentikan perang adalah dengan menghentikan agresi. Untuk itu, ia menyerukan lebih banyak sanksi, pasokan militer, dan solidaritas dari negara-negara sahabat.
Serangan udara masif oleh Rusia ke Kyiv yang melibatkan 367 drone dan rudal telah menewaskan 13 orang, termasuk anak-anak. Meski jumlah korban jiwa relatif kecil, eskalasi kekuatan menunjukkan ancaman baru yang lebih besar. Serangan ini terjadi di tengah upaya diplomasi dan pertukaran tahanan, sekaligus menantang dunia untuk bersikap lebih tegas terhadap agresi Rusia.
Sumber Berita: