Kemnaker Mau Hapus Batas Usia Lowongan Kerja, Apakah Menjadi Solusi Bagi Pelamar Kerja?
Kudakyv – Rencana Kemnaker Hapus Batas Usia Lowongan Kerja
Isu batas usia lowongan kerja kembali menjadi perhatian setelah Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menyatakan wacana menghapuskan syarat tersebut. Langkah ini menjadi bagian dari upaya Kemnaker membuka akses kerja yang lebih inklusif bagi seluruh pencari kerja di Indonesia.
Menurut Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, diskriminasi usia dalam lowongan kerja sering menjadi hambatan besar. Banyak pekerja usia produktif kesulitan mendapatkan kesempatan karena terhalang batasan umur.
“Kita ingin semua lapangan kerja terbuka untuk semua orang tanpa diskriminasi,” tegas Yassierli saat ditemui di Jakarta Selatan, sebagaimana dilansir kudakyiv.com.
“Baca Juga: Zelensky Respon Putin Soal Perundingan Akhiri Perang Rusia-Ukraina di Istambul, Turki“
Namun, rencana Kemnaker ini mendapat tanggapan kritis dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO). Ketua Bidang Ketenagakerjaan APINDO, Bob Azam, menyatakan bahwa batas usia lowongan kerja digunakan pengusaha sebagai alat seleksi awal.
Menurut Bob, perusahaan menghadapi biaya yang tinggi jika harus menyaring ribuan pelamar tanpa pembatasan usia. Ia mencontohkan, ketika lowongan hanya tersedia untuk 10 posisi, sementara pelamarnya mencapai 1.000 orang, seleksi menjadi tantangan tersendiri.
“Penggunaan batas usia sebagai screening itu efisien secara biaya dan waktu,” kata Bob dalam media briefing di kantor APINDO, Jakarta Selatan, yang dikutip kudakyiv.com.
Bob Azam menegaskan bahwa inti persoalan bukan terletak pada batas usia semata. Masalah sebenarnya adalah terbatasnya jumlah lowongan kerja yang tersedia di pasar tenaga kerja Indonesia.
Menurutnya, negara seperti Malaysia memiliki pasar kerja yang lebih terbuka, sehingga pencari kerja bahkan bisa lebih selektif terhadap pemberi kerja.
“Solusi utamanya adalah memperbanyak lapangan kerja, bukan hanya menghapus batas usia lowongan kerja,” ungkap Bob.
Selain itu, Bob menilai pentingnya skema reskilling atau pelatihan ulang bagi pekerja yang stagnan di level karir tertentu selama bertahun-tahun. Program reskilling akan meningkatkan keahlian mereka, sehingga mendapatkan peluang kerja dengan pendapatan lebih baik.
“Kesejahteraan pekerja harus ditingkatkan melalui reskilling, bukan hanya kenaikan upah minimum,” tegasnya.
Di sisi regulasi, Kemnaker menyusun langkah konkret dengan memulai kajian revisi UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Revisi ini diharapkan menjadi landasan hukum baru yang menyesuaikan kebutuhan pasar kerja yang dinamis.
Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja Kemnaker, Darmawansyah, menjelaskan bahwa proses revisi saat ini tengah berjalan. Revisi UU tersebut juga akan diikuti oleh penyusunan aturan turunan yang mendetail.
“Payung hukumnya akan mengacu pada undang-undang baru dan peraturan pelaksana di bawahnya,” ujar Darmawansyah kepada kudakyiv.com.
“Simak Juga: Hukum dan Kebijakan Publik Dalam Membangun Keadilan Sosial Serta Kesetaraan Gender“
Pertanyaan penting yang muncul, apakah penghapusan batas usia lowongan kerja benar-benar menjadi solusi? Banyak pengamat menilai bahwa kebijakan ini bisa membuka akses yang lebih luas. Namun, jika tidak diiringi penciptaan lapangan kerja yang memadai, hasilnya bisa kurang efektif.
Disamping itu, perusahaan tetap membutuhkan mekanisme seleksi yang efisien. Jika batas usia dihapus, perusahaan perlu mencari alternatif seleksi berbasis kemampuan atau sertifikasi yang lebih objektif.
Skema ini dapat menjadi win-win solution, di mana pelamar memiliki kesempatan lebih luas, namun perusahaan tetap mendapatkan tenaga kerja sesuai kebutuhan.
Perubahan regulasi terkait batas usia lowongan kerja harus diikuti dengan kampanye perubahan pola pikir masyarakat dan dunia usaha. Tidak hanya sekadar menghapus syarat di atas kertas, tetapi juga memastikan semua pihak mengimplementasikannya secara nyata.
Program reskilling pekerja dewasa juga perlu didorong agar mereka siap bersaing di pasar kerja yang semakin digital dan dinamis. Pemerintah harus memastikan ada dukungan dana yang memadai untuk program pelatihan ini.
Sementara itu, pengusaha harus mulai mengadopsi sistem rekrutmen yang lebih berbasis kompetensi, bukan hanya mempertimbangkan usia.
Kemnaker menunjukkan langkah progresif dengan wacana penghapusan batas usia lowongan kerja. Namun, langkah ini perlu dikawal melalui regulasi yang jelas, program reskilling pekerja, serta penciptaan lapangan kerja yang lebih banyak.
Jika semua komponen berjalan bersamaan, harapan untuk menciptakan pasar kerja yang lebih adil dan terbuka bisa terwujud. Namun, jika hanya sebatas penghapusan syarat usia tanpa solusi menyeluruh, maka hambatan kerja akan tetap ada bagi kelompok usia tertentu.
Kebijakan ini menjadi tantangan bersama antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat. Semua pihak harus siap beradaptasi menghadapi perubahan pasar kerja di era modern.