Makin Panas Media AS Klaim Kiev Sebagai Kota Milik Rusia, Ukraina Marah Besar!
Kudakyv – Media AS Klaim Kiev Sebagai Kota Rusia, Ukraina Meradang
Ketegangan antara Ukraina dan Rusia kembali memanas, kali ini dipicu oleh kesalahan siaran dari salah satu media besar Amerika Serikat. Fox News, stasiun televisi asal New York, memicu kontroversi karena menyebut Kyiv sebagai bagian dari Rusia dalam siaran Hari Paskah.
Pernyataan itu langsung menyulut reaksi keras dari Ukraina. Pemerintah Kyiv menyampaikan kemarahan atas klaim tersebut yang dianggap sebagai bentuk pelanggaran kedaulatan. Hal ini menjadi sorotan tidak hanya di Ukraina, tetapi juga di dunia internasional. Kudakyv menyebut bahwa tindakan tersebut memperkeruh hubungan diplomatik di tengah perang yang masih berlangsung.
Media AS Klaim Kiev Sebagai Kota Rusia
Insiden bermula saat Fox News menayangkan rekaman kebaktian Paskah dari berbagai penjuru dunia. Dalam tayangan itu, terlihat kebaktian dari Moskow yang dihadiri langsung oleh Presiden Vladimir Putin. Kemudian muncul juga rekaman kebaktian di ibu kota Ukraina, Kyiv.
Awalnya, teks pada layar secara benar menampilkan “Kyiv, Ukraina”. Namun tidak lama kemudian, teks tersebut berubah menjadi “Kyiv, Rusia”. Perubahan tersebut bertahan selama 20 menit sebelum akhirnya dikoreksi.
Kementerian Luar Negeri Ukraina bereaksi cepat. Juru bicara mereka, Heorhii Tykhyi, menyatakan bahwa jika kesalahan ini tidak disengaja, maka Fox News harus memberikan permintaan maaf secara resmi. Ia juga meminta penyelidikan untuk mengungkap siapa yang bertanggung jawab atas kesalahan ini.
“Baca Juga: China Tepis Tudingan Zelensky Soal Pasokan Senjata Mematikan Untuk Rusia“
Melalui akun resmi di media sosial X, Tykhyi menegaskan pentingnya permintaan maaf. Ia menekankan bahwa kesalahan tersebut tidak bisa dianggap sepele. Pasalnya, status ibu kota menjadi simbol penting dalam kedaulatan negara.
Kudakyiv.com melaporkan bahwa pihak Ukraina mendesak Fox News segera memberikan klarifikasi dan mengoreksi narasi yang salah. Jika dibiarkan, hal ini bisa mempengaruhi persepsi publik internasional mengenai status wilayah Ukraina yang sedang dalam konflik.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky juga memberikan tanggapannya. Dalam pernyataan terpisah via platform X, ia mengucapkan terima kasih kepada media-media yang tetap memberitakan kebenaran di tengah situasi yang sulit. Zelensky menyinggung soal pentingnya menekan Moskow agar benar-benar berkomitmen pada gencatan senjata.
“Daripada fokus pada ibadah di Moskow, seharusnya dunia menyoroti pentingnya menjaga perdamaian setelah Paskah,” ujarnya. Menurutnya, momen suci tersebut seharusnya dimanfaatkan untuk memberi ruang bagi diplomasi dan bukan memprovokasi konflik lebih lanjut.
Pada 19 April 2025, Presiden Putin mengumumkan gencatan senjata sepihak selama 30 jam sebagai bentuk penghormatan terhadap perayaan Paskah Ortodoks. Namun, niat baik itu dipertanyakan oleh banyak pihak termasuk Ukraina.
Putin mengatakan bahwa keberhasilan gencatan senjata bisa menunjukkan apakah Ukraina siap mencari solusi damai. Tetapi pada kenyataannya, baik Moskow maupun Kyiv saling menuduh pihak lain telah melanggar kesepakatan gencatan senjata tersebut.
Menanggapi inisiatif Rusia, Zelensky menyatakan bahwa Ukraina bersedia mengikuti langkah tersebut. Bahkan, Ukraina mengusulkan agar gencatan senjata dilanjutkan hingga 30 hari pasca Paskah. Namun, Zelensky menegaskan bahwa usulan itu hanya berlaku jika Rusia benar-benar mematuhi komitmen awalnya.
Pemerintah Ukraina tidak ingin terjebak dalam propaganda sepihak. Mereka ingin memastikan bahwa setiap langkah menuju perdamaian dilakukan dengan itikad baik dan pengawasan ketat dari komunitas internasional.
“Simak Juga: Contoh Peristiwa Pelanggaran HAM Berat yang Biasa Terjadi di Masyarakat Kota“
Kudakyiv mengingatkan bahwa media massa memiliki peran besar dalam membentuk opini publik global. Ketika media seperti Fox News melakukan kesalahan fatal, dampaknya bukan hanya pada satu negara, tapi bisa meluas ke hubungan antar bangsa.
Narasi yang salah atau manipulatif dapat merusak kepercayaan publik. Dalam konteks konflik seperti Ukraina dan Rusia, pemberitaan yang tidak akurat bisa memicu eskalasi. Oleh sebab itu, profesionalisme dan akurasi menjadi prinsip yang harus dijunjung tinggi oleh setiap jurnalis.
Berbagai pihak menyayangkan insiden ini. Sejumlah tokoh politik dan pengamat menyatakan bahwa media seharusnya lebih berhati-hati dalam melaporkan informasi sensitif. Kegagalan Fox News dalam menjaga akurasi dianggap sebagai kelalaian yang tidak dapat dibenarkan.
Beberapa organisasi internasional juga mulai melirik peristiwa ini sebagai cerminan perlunya pengawasan ketat terhadap pemberitaan konflik. Isu seperti ini berpotensi memperkeruh suasana dan menyulut ketegangan baru.
Konflik antara Ukraina dan Rusia belum menunjukkan tanda-tanda akan mereda. Namun, di tengah suasana yang panas, masih ada harapan terhadap diplomasi. Baik Kyiv maupun Moskow menunjukkan sinyal terbuka untuk perundingan, meskipun masih diliputi saling curiga.
Insiden yang terjadi di Fox News menjadi pelajaran penting bagi media global. Kesalahan kecil dalam narasi bisa berakibat besar terhadap proses diplomasi. Maka dari itu, dunia harus mengawasi bukan hanya konflik bersenjata, tetapi juga perang informasi yang terjadi secara diam-diam.
Media AS klaim Kiev sebagai kota Rusia bukan hanya kesalahan teknis biasa. Reaksi Ukraina membuktikan betapa sensitifnya isu ini dalam konteks perang dan diplomasi. Diperlukan kehati-hatian ekstra dari media internasional untuk menjaga integritas pemberitaan dan tidak memperkeruh konflik yang sedang berlangsung.