NATO
Kudakyv – NATO patuh tekanan AS, belanja militer tembus 5% PDB di sejumlah negara anggotanya. Keputusan ini dinilai sebagai respons terhadap permintaan Washington agar sekutu Eropa meningkatkan kontribusi keamanan. AS mengklaim beban anggaran pertahanan terlalu berat jika hanya ditopang oleh mereka. Oleh karena itu, anggota NATO mulai menaikkan anggaran pertahanan secara signifikan. Langkah ini memicu berbagai reaksi dari dalam dan luar blok tersebut.
Sejumlah negara seperti Polandia, Estonia, dan Latvia telah menaikkan anggaran pertahanannya secara bertahap. Bahkan, beberapa negara sudah melewati ambang batas 2% yang selama ini menjadi patokan NATO. Sementara itu, Jerman dan Prancis masih menyesuaikan prioritas anggaran mereka. Meski begitu, tren kenaikan terlihat jelas dalam dokumen anggaran tahunan. Banyak analis menilai hal ini sebagai langkah strategis menghadapi situasi global yang tidak stabil.
“Baca Juga : Waspada Tanda Gejala Penyakit Jantung Pada Anak, Orang Tua Wajib Tau”
Di dalam internal NATO, keputusan ini memicu diskusi panjang. Beberapa negara merasa tekanan AS terlalu agresif. Mereka berpendapat bahwa setiap negara harus punya keleluasaan menetapkan kebijakan pertahanannya sendiri. Namun, di sisi lain, negara-negara Baltik justru mendukung langkah AS. Mereka merasa bahwa peningkatan militer adalah bentuk kesiapsiagaan yang wajar. Terlebih, ancaman konflik regional masih cukup tinggi di kawasan tersebut.
Peningkatan belanja militer berdampak langsung pada struktur APBN. Dana yang sebelumnya dialokasikan untuk pendidikan dan kesehatan harus dikurangi. Hal ini memicu kritik dari kelompok sipil dan oposisi di beberapa negara. Selain itu, inflasi juga ikut terdampak karena permintaan terhadap produk militer meningkat tajam. Namun, pemerintah berargumen bahwa keamanan nasional adalah prioritas utama. Oleh sebab itu, mereka tetap melanjutkan kebijakan ini dengan hati-hati.
“Simak juga: Iran Luncurkan Rudal ke Pangkalan AS di Qatar, Trump Anggap Lemah”
Washington menegaskan bahwa mereka tidak bermaksud mendikte anggota NATO. Mereka hanya ingin agar pembagian beban menjadi lebih adil. Presiden AS menyatakan bahwa ancaman global memerlukan solidaritas sejati. Oleh karena itu, AS ingin melihat mitranya ikut aktif dalam urusan keamanan internasional. Selanjutnya, mereka juga menawarkan bantuan teknis dan pelatihan bagi negara-negara yang ingin memperkuat militernya secara efisien.
Salah satu bentuk konkret peningkatan kerja sama adalah proyek senjata bersama. Beberapa negara NATO kini mengembangkan sistem pertahanan baru secara kolektif. Selain efisiensi biaya, proyek ini juga memperkuat interoperabilitas antar militer. Di sisi lain, industri pertahanan lokal juga mendapat keuntungan besar. Banyak kontrak besar jatuh ke perusahaan-perusahaan Eropa yang sebelumnya kurang dominan. Langkah ini dinilai sebagai cara menjaga kemandirian sekaligus kekompakan.
Negara non-NATO mulai memperhatikan lonjakan belanja militer ini. Rusia, misalnya, menganggap langkah tersebut sebagai provokasi terselubung. Sementara itu, Tiongkok menyatakan kekhawatiran akan perlombaan senjata yang baru. Di kawasan Asia, negara-negara seperti Korea Selatan dan Jepang mulai menyesuaikan posisi mereka. Mereka ingin menjaga hubungan baik dengan NATO tanpa menciptakan ketegangan baru di kawasan sendiri.
Analis memperkirakan tren ini akan berlanjut dalam beberapa tahun ke depan. Krisis geopolitik, konflik sumber daya, dan persaingan teknologi menjadi faktor utama. Oleh karena itu, NATO diyakini akan terus meningkatkan kesiapan militernya. Di sisi lain, tekanan terhadap anggaran sosial diprediksi makin kuat. Pemerintah harus pandai menjaga keseimbangan antara keamanan dan kesejahteraan rakyatnya.