Bucharest – Menjelang pemilihan presiden Romania yang dijadwalkan pada akhir November, sebuah laporan dari media lokal mengungkap bahwa propaganda Rusia kini mengincar pemilu tersebut. Menurut Digi24, yang dikutip oleh Ukrainska Pravda, Kremlin berusaha memengaruhi pemilih Romania melalui “proxy” dan perantara, termasuk organisasi yang terkait atau didanai Rusia, bahkan kemungkinan melibatkan beberapa kandidat.
Laporan tersebut juga mengklaim bahwa setiap warga Rusia di Romania berada di bawah pengawasan ketat oleh Moskow. Hal ini mencerminkan kekhawatiran Rusia terhadap keanggotaan Romania di Uni Eropa dan NATO, aspirasi yang serupa dengan Ukraina sebelum invasi Rusia pada Februari 2022.
Lebih lanjut, laporan tersebut menyebutkan bahwa “jaringan bot dan troll” di media sosial sedang berupaya menyebarkan konten untuk mendukung kandidat tertentu. Polisi Romania dilaporkan telah memulai penyelidikan terkait aktivitas ini.
Menurut laporan Wall Street Journal, tim Presiden Terpilih AS Donald Trump mengisyaratkan rencana untuk membekukan keanggotaan Ukraina di NATO selama 20 tahun sebagai bagian dari potensi kesepakatan dengan Moskow setelah Trump menjabat pada Januari 2025.
Seperti yang dijelaskan oleh Ukrainska Pravda, putaran pertama pemilihan presiden Romania akan diadakan pada 24 November, sementara putaran kedua dijadwalkan pada 8 Desember. Presiden petahana Klaus Iohannis tidak dapat mencalonkan diri untuk masa jabatan ketiga.
Menteri Luar Negeri Jerman, Annalena Baerbock, memperingatkan bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin mungkin memanfaatkan periode transisi kepemimpinan di AS untuk mengubah keseimbangan kekuatan dalam perang di Ukraina.
“Kita tidak punya waktu untuk menunggu hingga musim semi,” kata Baerbock dalam konferensi pers pada Senin, seperti dilaporkan AFP. “Sekarang adalah fase transisi yang telah dinanti dan diincar oleh Putin.”
Baerbock mendesak Berlin untuk segera meningkatkan bantuan kepada Kyiv dan meminta negara-negara Eropa lainnya untuk melakukan hal yang sama.
Selama kampanye presiden, Trump secara tegas menyatakan bahwa di bawah kepemimpinannya, AS tidak akan lagi memberikan bantuan militer sebesar yang dilakukan pemerintahan Joe Biden dan Senat yang dikuasai Demokrat. Dengan partainya kini mengendalikan kepresidenan dan kedua kamar Kongres, Trump tampaknya akan memenuhi janji untuk “mengakhiri perang dalam sehari.” Menurut Trump, solusi damai akan ditawarkan kepada Moskow dan Kyiv berdasarkan kesepakatan yang ia anggap adil.
Peringatan Baerbock muncul di tengah persiapan pemilu Jerman yang diprediksi akan segera diumumkan, setelah runtuhnya koalisi kiri-tengah yang dipimpin oleh Kanselir Olaf Scholz dari Partai Sosial Demokrat.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Prancis, Jean-Noel Barrot, menegaskan bahwa Prancis siap bekerja sama dengan pemerintahan baru AS.
“Prancis siap bekerja secara ambisius karena kami percaya bahwa Ukraina harus memiliki sarana untuk melawan Rusia,” kata Barrot dalam pidatonya di Paris Peace Forum ke-7.
Di tengah diskusi ini, Barrot juga mengingatkan tentang peran Elon Musk, seorang miliarder AS yang telah memberikan kontribusi besar untuk kampanye Partai Republik. Musk, yang dikabarkan memiliki komunikasi langsung dengan Putin, membantah tuduhan tersebut.
Menurut Americans for Tax Fairness, pada tahun 2024, hanya sepuluh keluarga Amerika, termasuk keluarga Musk, bertanggung jawab atas hampir $1 miliar kontribusi kampanye politik.
“Mari kita berharap Musk tidak melakukan pada demokrasi Amerika apa yang dia lakukan pada Twitter. Demokrasi adalah harta yang rapuh,” kata Barrot dalam wawancara dengan Le Parisien.
Barrot, yang sebelumnya menjabat sebagai menteri junior teknologi Prancis, menyatakan keprihatinan atas penanganan platform media sosial oleh Musk setelah mengakuisisi Twitter, yang kini dikenal sebagai X.
Barrot juga menegaskan bahwa Prancis akan terus memperjuangkan keadilan atas kejahatan perang di Ukraina. Ia menyebutkan bahwa Prancis tidak akan melupakan tragedi yang terjadi di Bucha, Irpin, Izium, Mariupol, dan Olenivka.
“Tidak ada perdamaian tanpa keadilan,” tegasnya, merujuk pada pembantaian lebih dari 450 warga sipil Ukraina di Bucha pada awal 2022.
Dinamika geopolitik global menunjukkan bahwa perang di Ukraina tetap menjadi fokus utama, terutama di tengah transisi kepemimpinan di AS dan Eropa. Baik Eropa maupun AS menghadapi tantangan dalam mempertahankan dukungan untuk Ukraina dan melawan pengaruh Rusia yang semakin meluas.