Kudakyv – Sri Mulyani, Menteri Keuangan Republik Indonesia, kembali menjadi sorotan atas pandangan tajamnya terhadap kondisi ekonomi global. Dalam berbagai forum internasional, ia menyoroti tantangan yang dihadapi dunia pascapandemi. Ketidakpastian geopolitik, perubahan iklim, serta tekanan fiskal menjadi fokus utama analisanya. Ia menyebut bahwa ekonomi global bergerak dalam ketidakpastian struktural. Banyak negara masih mencari keseimbangan antara pemulihan dan reformasi. Sri Mulyani memperingatkan bahwa kebijakan ekonomi konvensional tidak lagi cukup. Perlu ada pendekatan multidimensi yang mempertimbangkan aspek sosial dan lingkungan. Di tengah tekanan tersebut, Indonesia dianggap sebagai negara dengan daya tahan relatif stabil.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa inflasi global masih menjadi ancaman serius. Bank sentral di negara-negara maju menaikkan suku bunga secara agresif. Kebijakan ini bertujuan menekan inflasi, tetapi berdampak pada likuiditas global. Negara berkembang seperti Indonesia merasakan imbas dari aliran modal yang berubah arah. Investor cenderung menarik dana dari pasar negara berkembang. Hal ini menekan nilai tukar dan meningkatkan biaya pinjaman pemerintah. Sri Mulyani mengingatkan bahwa ketahanan fiskal harus dijaga secara disiplin. Pemerintah tidak boleh tergoda membiayai defisit dengan utang jangka pendek. Jika tidak hati-hati, ketidakseimbangan fiskal bisa menimbulkan krisis kepercayaan pasar.
“Baca Juga : Jenis Obat Asma Untuk Anak Perlu Disesuaikan Dengan Gejala dan Usia”
Menurut Sri Mulyani, konflik geopolitik memecah integrasi ekonomi global. Perang di Ukraina, ketegangan Tiongkok-Amerika, dan ketidakpastian di Timur Tengah menciptakan fragmentasi baru. Negara-negara mulai mengurangi ketergantungan satu sama lain. Rantai pasok internasional menjadi terlokalisasi dan lebih tertutup. Hal ini membuat harga barang naik dan distribusi menjadi tidak efisien. Sri Mulyani menekankan pentingnya diplomasi ekonomi sebagai solusi. Pemerintah harus aktif dalam forum multilateral dan menjaga jalur perdagangan terbuka. Indonesia, katanya, harus memainkan peran jembatan antarblok. Dengan pendekatan netral dan pragmatis, Indonesia bisa mendapatkan kepercayaan banyak pihak.
Sri Mulyani juga menyoroti isu transisi energi sebagai tantangan global yang kompleks. Dunia harus beralih ke energi ramah lingkungan untuk menanggulangi krisis iklim. Namun transisi ini membutuhkan biaya tinggi dan komitmen politik jangka panjang. Negara berkembang sering menghadapi dilema antara pembangunan dan keberlanjutan. Sri Mulyani menegaskan bahwa keuangan negara harus dikelola cermat agar tetap mampu mendanai proyek hijau. Ia mendorong skema pembiayaan campuran, termasuk kerja sama swasta dan hibah internasional. Pemerintah Indonesia sudah merancang kerangka kerja pembiayaan iklim. Tapi tanpa stabilitas global, program-program ini sulit berjalan lancar dan konsisten.
“Simak juga: Eksploitasi Nikel: PT GAG Milik Antam Beroperasi di Raja Ampat”
Dalam menghadapi dinamika global, Sri Mulyani percaya pada kekuatan reformasi struktural. Ia menekankan pentingnya digitalisasi layanan publik dan efisiensi anggaran. Indonesia sedang mengembangkan sistem pajak digital dan transparan. Reformasi ini meningkatkan pendapatan negara dan memperbaiki pelayanan publik. Di sektor pendidikan dan kesehatan, pemerintah juga memperkuat belanja strategis. Sri Mulyani mengarahkan fokus anggaran pada pembangunan SDM dan infrastruktur dasar. Di bidang ketenagakerjaan, ia mendorong skema pelatihan ulang untuk meningkatkan daya saing tenaga kerja. Semua reformasi ini bertujuan agar Indonesia bisa tumbuh meski dalam tekanan global. Reformasi menjadi tameng dari ketidakpastian jangka panjang.
Sri Mulyani tak hanya berbicara kepada pengambil kebijakan, tapi juga kepada generasi muda. Ia sering menekankan pentingnya literasi keuangan dan kesadaran global. Dalam berbagai kesempatan, ia meminta anak muda lebih kritis terhadap isu fiskal dan sosial. Mereka harus memahami bahwa ekonomi bukan hanya angka, tetapi juga etika dan keberlanjutan. Sri Mulyani berharap generasi muda berani mengambil bagian dalam perubahan. Mereka bisa berkontribusi melalui inovasi teknologi, wirausaha sosial, atau aktivisme kebijakan. Ia percaya bahwa masa depan ekonomi global bergantung pada cara generasi muda bertindak hari ini. Pendidikan dan kesadaran menjadi kunci utama.