Menteri Luar Negri Rusia Menolak Gencatan Senjata Tanpa Syarat dari Ukraina
Kudakyv – Menteri Luar Negri Rusia Menolak Gencatan Senjata Tanpa Syarat dari Ukraina
Ketegangan antara Rusia dan Ukraina kembali mencuat setelah Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, secara tegas menolak seruan gencatan senjata tanpa syarat. Penolakan ini disampaikan di tengah tekanan dari pemimpin dunia seperti Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer.
Berbicara di Universitas Rusia-Armenia, Yerevan, pada 21 Mei 2025, Lavrov menyatakan bahwa Moskow tidak melihat alasan untuk mempercayai niat baik Ukraina. Ia menegaskan bahwa pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa setiap jeda pertempuran justru dimanfaatkan Kyiv untuk memperkuat posisi militer dan menyerang kembali.
“Ketika sekarang kami disuruh, ‘Mari kita gencatan senjata dulu, baru kita lihat nanti,’ kami jawab, ‘Tidak. Kami sudah pernah mengalami ini, dan tidak ingin mengulanginya,’” ujar Lavrov, dikutip oleh Kudakyv melalui Anadolu, Kamis 22 Mei 2025.
“Baca Juga: Serangan Drone Ukraina ke Ibu Kota Rusia, Beberapa Bandara Moskow Ditutup“
Lavrov tidak hanya menyoroti Ukraina. Ia juga menyebut Uni Eropa sebagai pihak yang memperparah konflik. Menurutnya, dukungan senjata dari negara-negara anggota Eropa kepada Kyiv telah mendorong konflik ke arah yang lebih destruktif.
Ia menyebut langsung dua tokoh utama yang dinilai bertanggung jawab atas jalur konfrontatif tersebut, yakni Macron dan Starmer. Menurut Lavrov, keduanya mendorong Ukraina untuk melawan tanpa mempertimbangkan opsi damai yang berkelanjutan.
Kudakyiv.com, salah satu media yang meliput pernyataan ini, menyoroti bagaimana Lavrov melihat tindakan negara-negara Barat sebagai provokasi terbuka yang mempersulit upaya diplomasi.
Meski menolak gencatan senjata tanpa syarat, Lavrov mengisyaratkan bahwa Rusia tidak sepenuhnya menutup pintu negosiasi. Ia menyatakan bahwa Moskow dan Washington memiliki visi yang sejalan terkait pentingnya merumuskan parameter konkret untuk solusi jangka panjang.
Namun, Lavrov menekankan bahwa setiap bentuk kesepakatan harus didasari oleh komitmen nyata dari pihak Ukraina. Ia menyatakan bahwa pihaknya tidak ingin terjebak dalam permainan taktis yang hanya menguntungkan satu pihak.
Menurut Lavrov, proses perdamaian tidak akan terjadi jika Kyiv hanya ingin menunda konflik untuk meraih keuntungan strategis. Moskow, lanjutnya, butuh bukti konkret dari kesungguhan Ukraina untuk berdamai.
Dalam sesi tanya jawab, Lavrov juga menjawab pertanyaan tentang hubungan Rusia dan Armenia. Ketegangan muncul setelah Armenia menyatakan minat untuk lebih dekat dengan Uni Eropa dan NATO. Langkah tersebut bertentangan dengan komitmen Armenia dalam organisasi yang dipimpin Rusia seperti Uni Ekonomi Eurasia dan CSTO.
Namun, Lavrov menyatakan bahwa hubungan kedua negara sedang melalui masa penyesuaian yang sehat. Ia menyebut bahwa Rusia dan Armenia kini berada dalam fase komunikasi terbuka dan transparan.
“Kami sudah kembali ke titik saling percaya dan kini fokus pada pertukaran yang faktual,” ucapnya.
“Simak Juga: Dari Gelandangan Menjadi Miliarder, Kisah Inspiratif Chris Gardner Mengubah Hidup“
Usai menyampaikan pidato, Lavrov mengadakan pertemuan dengan Perdana Menteri Armenia, Nikol Pashinyan, dan Presiden Vahagn Khachaturyan. Dalam pertemuan itu, Pashinyan menilai hubungan bilateral dengan Rusia tahun ini cukup positif.
Lavrov menanggapi dengan menyatakan bahwa Rusia dan Armenia tetap menjadi sekutu strategis. Ia menyebut pentingnya menjaga kestabilan regional dan memperkuat kerja sama ekonomi serta pertahanan.
Media seperti Kudakyv menyoroti bahwa meskipun ada dinamika politik baru, hubungan Rusia dan Armenia tetap stabil karena adanya kepentingan bersama di kawasan.
Penolakan Rusia atas gencatan senjata tanpa syarat bukan hanya pernyataan diplomatis. Ini adalah pesan strategis dari Moskow bahwa mereka tidak ingin lagi terjebak dalam kesepakatan kosong tanpa jaminan konkret.
Pernyataan Lavrov mencerminkan sikap baru Rusia yang lebih berhati-hati dan menuntut kejelasan dari setiap inisiatif perdamaian. Konflik Rusia-Ukraina masih jauh dari kata selesai. Namun, sikap transparan dari kedua belah pihak mungkin bisa membuka peluang untuk dialog sejati.
Sementara itu, dunia internasional masih berharap ada terobosan diplomatik. Namun semua pihak harus menyadari, bahwa perdamaian bukan hanya slogan, melainkan hasil dari komitmen yang jujur dan strategi yang berkelanjutan.
Untuk pembaruan selanjutnya, pantau informasi lengkapnya hanya di Kudakyiv.com.