Pihak Rusia Peringatkan Jerman Untuk Tidak Berikan Rudal Taurus ke Ukraina
Kudakyv – Pihak Rusia Peringatkan Jerman Untuk Tidak Berikan Rudal Taurus ke Ukraina
Kementerian Luar Negeri Rusia baru-baru ini mengeluarkan peringatan keras kepada Jerman. Peringatan tersebut terkait potensi pengiriman rudal Taurus ke Ukraina. Isu ini menjadi sorotan banyak media internasional, termasuk Kudakyv dan kudakyiv.com yang secara aktif mengulas dinamika terbaru konflik Rusia-Ukraina.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, menyampaikan bahwa Rusia tidak akan tinggal diam. Ia menegaskan, bila Jerman benar-benar mengirimkan rudal jarak jauh Taurus ke Ukraina, maka hal itu akan dianggap sebagai bentuk keterlibatan langsung Jerman dalam konflik.
Menurut Zakharova, penggunaan rudal Taurus terhadap infrastruktur transportasi penting di Rusia merupakan pelanggaran besar. Sikap tegas Rusia ini menjadi pesan politik kuat bagi negara-negara NATO.
“Baca Juga: Presiden AS Donal Trump Ancam Akan Mundur Dalam Negosiasi Perdamaian Ukraina-Rusia“
Di sisi lain, sikap Jerman sendiri belum sepenuhnya bulat. Friedrich Merz, calon Kanselir Jerman dari partai konservatif Uni Kristendemokrat CDU, menyatakan keterbukaannya. Ia siap mempertimbangkan pengiriman rudal Taurus ke Ukraina. Namun, ia menekankan pentingnya koordinasi dengan mitra Eropa lainnya.
Pernyataan Merz menuai reaksi positif dari beberapa pemimpin Eropa. Menteri Luar Negeri Belanda Caspar Veldkamp dan Perdana Menteri Polandia Radoslaw Sikorski menyambut baik hal ini. Keduanya menegaskan pentingnya dukungan militer untuk Ukraina sebagai upaya menahan agresi Rusia.
Rudal Taurus KEPD-350 merupakan peluru kendali canggih buatan Jerman. Rudal ini mampu melesat dengan kecepatan 1.170 kilometer per jam dan menjangkau target sejauh 500 kilometer. Artinya, Ukraina akan mampu menyerang sasaran strategis jauh di dalam wilayah Rusia jika memiliki rudal ini.
Namun, tak semua pihak di Jerman sependapat. Partai Sosial Demokrat (SPD), yang merupakan mitra koalisi CDU dan CSU, tetap menolak gagasan pengiriman rudal tersebut.
Penolakan SPD disampaikan oleh Sekretaris Jenderal SPD, Matthias Miersch. Dalam wawancaranya dengan televisi Jerman n-tv, Miersch menegaskan partainya tidak ingin terlibat langsung dalam konflik bersenjata.
Menurutnya, pengiriman rudal Taurus dapat memperburuk situasi. Ia menyarankan agar Friedrich Merz melakukan evaluasi strategis secara mendalam sebelum membuat keputusan. SPD berharap koalisi pemerintah Jerman bisa mengambil langkah yang bijaksana dan menghindari keterlibatan langsung dalam konflik militer.
Pernyataan SPD ini menunjukkan bahwa ketegangan internal dalam pemerintahan Jerman cukup tinggi. Masyarakat internasional, termasuk media seperti Kudakyv, terus memantau dinamika ini dengan seksama.
Sikap terbuka dari Merz dianggap sebagai sinyal positif oleh pemerintah Ukraina. Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy telah lama mendesak Jerman untuk mengirimkan rudal Taurus. Menurutnya, rudal ini penting untuk mempertahankan wilayah Ukraina dari serangan Rusia.
Zelenskyy juga mengkritik kebijakan Olaf Scholz, Kanselir Jerman saat ini, yang konsisten menolak pengiriman rudal. Sejak awal invasi Rusia pada Februari 2022, Scholz berpendapat bahwa mengirim senjata jarak jauh bisa memicu eskalasi lebih luas.
Namun, seiring meningkatnya intensitas serangan Rusia, Ukraina semakin terdesak. Rudal Taurus dianggap sebagai solusi penting untuk mengimbangi kekuatan Rusia.
“Simak Juga: Pemahaman Perlindungan HAM dan Isu Sosial Demi Membangun Kebijakan Inklusif“
Sementara Jerman masih dalam perdebatan internal, negara lain sudah bertindak lebih cepat. Prancis dan Inggris telah lebih dulu mengirimkan rudal jarak jauh ke Ukraina. Rudal Storm Shadow dari Inggris dan SCALP dari Prancis telah digunakan dalam berbagai operasi militer.
Bahkan Amerika Serikat, di bawah pemerintahan Presiden Joe Biden, telah memberikan izin khusus. Pada November lalu, Biden memperbolehkan Ukraina menggunakan rudal AS untuk menyerang sasaran di wilayah Rusia.
Langkah ini memperlihatkan betapa negara-negara Barat mulai kehilangan kesabaran terhadap agresi Rusia. Keputusan ini juga bisa menjadi tekanan tambahan bagi Jerman untuk ikut berperan aktif.
Meski mendapat tekanan dari berbagai pihak, pemerintah Jerman tetap harus berhati-hati. Pengiriman rudal bisa memicu serangan balik dari Rusia. Risiko tersebut tidak hanya bersifat militer, tapi juga politis dan diplomatis.
Rusia sudah secara terbuka memperingatkan bahwa tindakan seperti ini akan berdampak besar. Bahkan bisa menciptakan hubungan yang lebih buruk antara Jerman dan Rusia.
Jerman juga perlu mempertimbangkan dampaknya terhadap stabilitas internal Uni Eropa dan NATO. Jika keputusan tidak didukung secara kolektif, bisa terjadi perpecahan aliansi di masa depan.
Pihak Rusia peringatkan Jerman agar tidak mengirimkan rudal Taurus ke Ukraina, karena berisiko memicu konflik lebih besar. Di sisi lain, tekanan dari negara Barat dan permintaan Ukraina membuat posisi Jerman serba sulit.
Sikap calon Kanselir Friedrich Merz menjadi titik perubahan penting. Namun, penolakan dari SPD menunjukkan bahwa konsensus belum tercapai. Media seperti Kudakyv dan kudakyiv.com mencatat bahwa keputusan ini bisa menentukan arah konflik ke depan.
Langkah Jerman selanjutnya akan menjadi penentu dalam krisis geopolitik ini. Apakah Jerman akan ikut serta secara militer, atau memilih strategi diplomatik jangka panjang?